Pagi di hari pertama bulan itu,
Dengan harap sedikit cemas aku membuka pesan masuk pada ponsel keluaran terbaru, saat itu.
Pesan singkat dari kamu, “Sekarang di taman biasa”. Senyumku terkulum dan dengan cepat jari menari ke menu reply, satu kata singkat menjadi balasan “Ok”. Sementara ditelinga dan pikiran beragam lagu indah berdatangan tanpa jeda
Sekali lagi, aku merajuk pada cermin agar ia bilang aku sudah cantik. Dan yak, sekali lagi kusapu bedak tabur milik Ibu.
Tidak sampai 10 menit kita telah berdua di kursi taman. Aku ingat, t-shirt hitam yang kamu kenakan, dengan gambar pistol keperakan. Degup jantung kencang, karena senang.
Suasana taman yang ramai dengan awan yang sedikit muram membuat pagi itu romantis, bagiku.
Kata pertama darimu “Aku gak bisa lama-lama, cuma mau ngomong 1 hal”
Ah, terlalu gampang aku dibuat gamang. Langsung saja keceriaan menguap menyatu dengan udara.
Degup jantung tetap kencang, namun beda alasan. Aku memilih diam memandang lurus kedepan, megumpulkan kekuatan kalau-kalau aku ingin kamu tinggalkan.
“Kita cukup sampai sini, aku udah gak bisa sama kamu”
……………………………………………………………..
Pagi di hari pertama bulan itu,
Aku melangkah mantap dengan hati penuh harap kamu memelukku dari belakang dan berkata semua hanya canda.
Dengan pipi basah dan air mata yang berdesakan ingin keluar, aku berbisik sendiri, kalau cinta memang harus pergi.
Pagi di hari pertama bulan itu.
Bukan kamu yang meninggalkan
Karena yang menyaksikan punggung menjauh adalah kamu.